Rabu, 18 Januari 2012

Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari; Moderasi, Keumatan, dan Kebangsaan


Judul : Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari; Moderasi, Keumatan, dan Kebangsaan
Penulis : Zuhairi Misrawi
Penerbit : Kompas
Tebal : xxx + 374 hlm
Harga : Rp. 55.000,-

Nama Kyai Hasyim Asy’ari di dunia pesantren tradisional sudah tidak asing lagi. Dialah pendiri sekaligus ketua Nahdlatul Ulama (NU) pertama. Bangsa Indonesia mengenalnya selain sebagai Kyai, juga sebagai pejuang bangsa sejati. Di daftar para pahlawan nasional, nama Kyai Hasyim tertera. Gelar pahlawan nasional ini sendiri disematkan oleh Presiden Sukarno. Kyai Hasyim adalah sosok Kyai sekaligus pejuang bangsa. Dua titik dasar untuk membedah pemikiran seorang Kyai Hasyim.

Inilah yang dilakukan oleh Zuhairi Misrawi dalam bukunya, Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari; Moderasi, Keumatan, dan Kebangsaan. Dalam buku ini, Zuhairi mencoba membedah pemikiran seorang Kyai Hasyim yang kemudian membuatnya menarik kesimpulan bahwa pemikiran Kyai Hasyim adalah moderat, dibingkai oleh wawasan keumatan dan kebangsaan. Yakni, reposisi pemikiran dan tindakan seorang Kyai Hasyim sebagai bagian dari umat dan bangsa yang untuk kedua hal ini hidup Kyai Hasyim didedikasikan.

Moderatisme Kyai Hasyim ditunjukkan dengan pilihannya pada mazhab Ahlussunnah wal Jamaah, yakni mazhab yang dalam hal pemikiran fikih berpegang teguh pada empat imam: Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hanbali; dalam hal pemikiran teologi berpegang pada teologi Asy’ariyah dan Maturidiyah; dan dalam hal pemikiran tasawuf berpegang pada pemikiran tasawuf Al-Ghazali dan Abul Hasan asy-Syadzili. Meski dari empat imam fikih itu Kyai Hasyim dan NU memilih Imam Syafii, tetapi ia menghormati orang bermazhab selain Imam Syafii.

Pemikiran bahwa Kyai Hasyim adalah bagian dari umat ia tunjukkan dengan posisinya sebagai seorang Kyai yang menjadi panutan masyarakat. Ia begitu perhatian dengan kondisi umat. Ia terus berupaya untuk mengangkat dan memajukan umat melalui berbagai cara, antara lain membuat koperasi, memberdayakan kaum perempuan, dan mendirikan organisasi yang dihuni oleh para ulama di pedesaan, yakni NU. Melalui wadah NU inilah, upaya-upaya yang dilakukan oleh Kyai Hasyim dapat berjalan dengan baik.

Sementara pemikiran bahwa Kyai Hasyim adalah bagian dari bangsa ia tunjukkan dengan perjuangannya di era kolonial Belanda dan Jepang. Pada era kolonial Belanda, ia memfatwakan wajib hukumnya untuk berjihad melawan Belanda dan haram hukumnya bekerja sama dalam hal apa pun dengan Belanda. Pada era Jepang, ia berani melawan perintah Jepang untuk melakukan upacara saikerei, yakni upacara membungkukkan badan setiap pagi ke arah Tokyo untuk menghormat kaisar Jepang dan Dewa Matahari. Karena penolakan inilah, ia dipenjara selama empat bulan sebelum kemudian dibebaskan.

Jika di Kata Pengantar buku ini Nadirsyah Hosen menyebut Zuhairi tengah mensyarah, yakni menjelaskan pemikiran Kyai Hasyim, melalui buku ini Zuhairi sekaligus tengah mengkritik realitas pemikiran keagamaan kontemporer di negeri ini yang menyulut beberapa persoalan kebangsaan yang serius. Di beberapa, bahkan banyak bagian buku ini, misalnya, Zuhairi selalu menyebut paham pemikiran Wahabi yang puritan dan otoriter memaksakan kebenarannya pada orang lain, bahkan hingga mengabsahkan jalan kekerasan tanpa toleransi. Hal yang tidak dilakukan oleh seorang Kyai Hasyim, meskipun ia pernah belajar di Mekkah, habitat orang-orang Wahabi. Bahkan, Kyai Hasyim justru melakukan otokritik terhadap pemikiran Wahabi.

Di negeri ini, saat ini, pemikiran Wahabi memang tengah menjalar dan berkembang cukup pesat. Tidak hanya dalam bentuk pemikiran, tetapi bahkan hingga membentuk gerakan, dari mulai yang moderat hingga radikal. Orang-orang yang membawa pemikiran Wahabi itu menyebut dirinya Salafi, dengan kiblat pemikiran keagamaan ke Saudi. Wacana yang didengungkan oleh gerakan ini dari dulu tidak berubah, seputar bid’ah dan kafir. Dengan begitu mudahnya mereka menyatakan bid’ah dan kafir untuk pemikiran dan tradisi yang tidak sesuai dengan pemikiran mereka.

Pendek kata, dengan menjelaskan atau merujuk pemikiran tokoh Kyai kharismatik dan pejuang bangsa, Zuhairi mengingatkan kembali umat Islam dan segenap komponen warga bangsa ini untuk berhati-hati dan bersikap waspada dengan paham-paham keagamaan yang intoleran, paham-paham kekerasan, dan paham-paham yang memaksakan kebenarannya sendiri tanpa menghargai dan menghormati kebenaran orang lain. Karena, dampaknya menyangkut kehidupan berbangsa dan bernegara secara lebih luas. Kyai Hasyim cinta Indonesia, cinta integrasi bangsa, dan sangat toleran menghadapi perbedaan pendapat. Pemaksaan kehendak dengan mengatasnamakan kebenaran sendiri, tidak dengan orang lain, merupakan bibit-bibit disintegrasi bangsa. Ini yang tidak diinginkan oleh Kyai Hasyim.*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar